Selasa, 11 Agustus 2009

Puisi Ie Hadi G

DOA SEORANG ANAK DI DEPAN SEBUAH GEREJA

Bapak Yesus yang mulia
Aku sering dimarahi
Karena mengaku bahwa kau sahabatku

Aku berharap aku tidak salah
Dan izinkan aku terus melakukannya

Bapak Yesus yang terhormat
Bila klak aku bertemu muka dengan muka
Luangkan sedikit waktu untukku
Paling tidak, waktu buat peluk kakimu
Dan kaupun merangkulku
Sehingga yang sering memarahiku itu jadi tau
Ternyata benar
Kita ini sahabat


KEMELUT SIMPANG

Dari persimpangan itu
aku memilih melangkah pada kematian
bukan menyerah lalu lunglai berserah
tapi sebuah usaha tuk perkosai nasib
biar dia jera
karena di jalan yang mati pun
masih saja ia terus kutombaki


ORASI BUAT TARRANGNGAS

Tarrangngas agung. Jiwa busuk mengerat. Gemetar bersuara. Senyum menjilat. Munafik. Terlalu banyak keagungan-keagungan palsu yang didirikan tegak dan tinggi. Menderekmu seakan-akan tuhan dan kami laknat. Itu akan roboh, Tarrangngas. Roboh. Karena kemuliaan yang sering menciutkan jiwa kami itu ternyata hanyalah kebusukan air-air got yang mengalir dari kerakusanmu. Cukup sudah. Kemerdekaan ini hakiki. Cukup sudah. Jangan menindas sesama. Cukup sudah. Tarrangngas. Hentikan omong kosong itu !



SAHABAT DAN TERATAI

Tidak ada yang mau menggambar teratai di hatiku
Sekalipun telah hadir sketsa sungai di sana
Memanjang dalam benaman kabut
Yang airnya jadi tirai bagi kedalaman jantungnya

Arus
Dalam
Diam
Menelan

Yang mau menggambar teratai di hatiku ternyata tak ada

Di hadapan riak air telaga
Kupeluk bahu sahabat
Kubri kuas dan seraup tinta
Namun dia lebih memilih pergi
Membakar keringat
Menguapkan semangat
Dan tak mau menggambar di hatiku

Arus
Dalam
Diam
Menerkam
Lalu hilang

Akhirnya tinggal kupotret dalam kenangan
Rautan dari banyak nyanyian, sorak dan peluh
Bukti senyum dan getir bersama
Yang lalu lunglai dalam telaga bening
Tanpa tergambari teratai lagi



ISA


Hidup hanya semata tuk peluk duka
Mencucup segenap anggur basi
Mereguk habis semua campurannya
Itu rasa tak ada yang manis

Anak Domba
Terpasung dalam maut
Syarat langkah diri dari Elohim
Cawan tanpa isi airmata
Tanpa darah
Tidaklah cukup membasuh sekalian noda



LAYAKNYA KITA

Samper selesai dinyanyi
Banuaku masih dirintih
Dayung usai dikayuh
Prahu masih di pesisir duka
Maka mantra harus segera dirapal
Barisan kita perlu berarak
Lantakkan tanah kalau perlu
Biar penindas ciut
Lumatkan ke kubur kalau perlu
Biar gengghona dengar
Kita bangsa marah karena dera



Berkawan Dengan Judas

Penyair, saudaraku
Luap bening kata jiwamu
Selalu bersambut ciuman
Dari sederet judas
Pembenci ketulusan

Lihatlah,
Mereka tengah menggegam belati
Yang siap tusukkan khianat
Kala kita lengah



Abstrak di Sebuah Senja

Aku berdiri pada poros yang salah
Yang putarannya bukan ke arah maju
Namun ke kubangan lumpur
Mengisap
Menelan
Habisi raga

Terlanjur rapuh sudah aku ini
Karna setapakpun belum ada jejaknya
Apalagi bermimpi seribuan panjang harapan
Yang klak takkan juga datang

Maaf, bila kini
Kukembalikan tautan kata yang pernah teranyam
Agar aku takkan lagi membukanya sbagai kenangan

Hari kini tlah berangsur senja
Menunggu jawaban hanya abstrak bagiku

Label: