Rabu, 17 September 2008

A JOURNEY OF JOY, Oleh: Hans Liberty Makalew

Sebuah Liturgi



(Doa Pembukaan)

(Puji-pujian oleh jemaat)

(masuk iblis)
Iblis : Beking apa di sini?
Mo ba apa ngoni di sini?
Eh! Ngana! Kiapa ngana di sini? (sambil menunjuk ke salah seorang jemaat)
Io! Ngana!
For apa ngana kamari!?
Suara : Ibadah. . .
Iblis : Ibadah?! Ibadah pa sapa leh?!
Hari gini, Masih pake yang ba-bagini? Basi tau!
Ibadah ini kan, cuma tradisi.
Yang artinya, nyanda penting!
Yang penting kan, itu . . . apa kote?. . . Eee. . . iman.
Io, iman!
Lagian kan, tu ibadah yang babagini kwa cuma ja beking fugado jo.
Io to?
(masuk malaikat)
Iblis : (menoleh kearah malaikat)
Huuuh! . . . napa leh pengacau, so ada . . .
Beking apa leh ngana kamari? (kepada malaikat)
Ngana do’ kurang da iko-iko pa kita eh!
Kiapa, naksir?
Malaikat : Eh! So jaga tembus di tampa bagini ngana e?!
Iblis : Oh io. . . Skarang, tampa mana kong kita nimbole tumbus. . .
Mo rumah basar, mo rumah kacili, mo di utang, mo di kampung, mo di kota, mo di pasar, mo di mol, mo di internet, mo di hendphon, mo di tampa-tampa ibadah, mo di mana ke’, samua kita pigi akang!
Malaikat : Surga dang?!
Iblis : Lala mulu ngana!
De pe inti kan, cuma manusia . . .
Kita pe tujuan kan ngana so tau!
Malaikat : Mar, kan kalu di tampa bagini ngana salalu nyanda pernah untung.
Iblis : Apa?
Eh! Lamu! Coba ngana lia tu di blakang sana. Tu anak dua dari tadi kurang da bermain-bermain HP.
Napa le tu tiga nona sana dari tadi cuma da ba karlota trus.
Tu nyong sana kumang somo ta cabu de pe mata da haga-haga tu parampuang-parampuang pasung.
Sini! eh... ngana lia tu mache sana! De pe dalam hati dari tadi cuma, ‘so dapa lia gaga kita nyanda e?. . . Aduh talalu sadiki kote kita pe smengken. . .’
Tu paitua sana kumang, dia ada ganu-ganu pa itu pache sana.
Samua dorang pe pikiran nyanda di ibadah!
Yang dorang pikir cuma. . . kita. . .kita. . .kita. . .trus.
Narsis!
Tu cinta kasih yang ngana da bangga-banggakan, dorang cuma jaga pake for dorang pe diri sandiri.
Jadi, biar ngana mo bantu le, so nya’ ngaruh.
Malaikat : Eh, mar ngana musti inga itu kasih karunia dari Yesus Kristus nyanda akan pernah mo setinggal pa dorang.
Iblis : Adoh, bage di mana e. (berpikir)
Io no, kita le tau samua tu ngana pe bos pe karya.
Mar, ngana lia ini dunia ini skarang.
Sapa yang merajalela?
Bu’!!!
Malaikat : Bu’? (kebingungan)
Iblis : Kita, noh!
Dunia skarang geger dengan teror, perang, deng kerusuhan.
Blum lagi itu praktek-praktek mesum, bahugel, narkoba, miras, traficking, korupsi, pancuri, kolusi, baruci, dola-dola orang, deng laeng sebagainya yang terangkum dalam dosa.
Malaikat : Mar, samua itu so nda akan bertahan lama.
Iblis : Heh! di Buser, di Patroli, di Derap Hukum, Delik, Dunia Dalam Berita, Sekilas Info, Breking Nyuws, Fenomena, berita-berita di Indovision apa le e...
Mo di koran-koran, majalah, tabloit, mo di buku-buku sejarah!
Samua kita pe karya yang di bicarakan, kong tiap hari ada.
Malaikat : Mar, ngana nyanda akan pernah menyamai Yesus Kristus.
Iblis : Aaargh...salah!
Dia itu yang nyanda akan pernah mo sama deng kita!
Manusia so berbondong-bodong kase tinggal pa dia kong datang pa kita.
Malaikat : Hoi, sadar jo! So lebe dari dua ribu taon, itu nama Yesus Kristus masih terus diagungkan, dimuliakan, deng disembah di muka bumi ini.
Deng, orang-orang yang mengimani tu nama itu terus berjuang mo kase kalah pa ngana.
Buktinya, napa skarang, ini orang-orang pe smangat skali mo ba ibadah menyambut kelahiran Yesus Kristus sang Juruslamat.
Iblis : Memang lala mulu ja bacirita deng ngana no.
( berjalan seperti akan keluar, namun kembali lagi)
Eh!!! Ngana masih inga tu kejadian sepuluh milenium yang lalu di taman Eden?
Malaikat : Kiapa?
Iblis : Masih inga pa Hawa?
Malaikat : Kiapa dia?
Iblis : Masih inga itu pohong?
Malaikat : Hmmmm...kong kiapa?
Iblis : Itu buah dang?
Malaikat : Io, kong?
Iblis : Itu ular dang?
(Di depan panggung iblis beraksi dengan gaya mempersembahkan suatu pertunjukan, sesudah itu keluar)
Malaikat : Hmmm...
(setelah sempat terpaku ke arah panggung malaikat keluar)

Babak I
Adegan I
Setting: Taman Eden

(Tirai panggung dibuka. Masuk Adam sambil mengurus tanaman-tanaman di taman itu. Kemudian tertidur. Ular mengamat-amati Adam dari belakang pohon pengetahuan. Hawa bangkit perlahan kemudian menghampiri Adam. Adam terbangun dan kaget. Setelah menyadari siapa Hawa sebenarnya Adam mulai bersuara.)

Adam : Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.

(Adam kemudian mengajak Hawa berjalan-jalan mengelilingi taman Eden. Keduanya kemudian sibuk merawat tanaman, hingga akhirnya terpisah. Ular datang menghampiri Hawa.)

Ular : Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?

Hawa : Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.

Ular : Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.

(Ular kembali bersembunyi di balik pohon. Hawa yang termakan dengan rayuan Ular akhirnya memetik buah tersebut dan membawanya kepada Adam. Kemudian Hawa mengajak Adam untuk memakan buah itu. Adam menanyakan pada Hawa asal dari buah tersebut. Hawa mengajak Adam ke tempat dimana ia memetik buah itu. Setelah itu Adam menjadi panik. Hawa terus membujuk Adam kemudian ia memakan buah itu. Semula Adam menolaknya, namun kemudian ia pun memakan buah tersebut. Seketika setelah Adam memakan buah itu keduanya mendapati dirinya telanjang, kemudian mereka lari bersembunyi. Terdengar suara langkah kaki.)

Suara : Di manakah engkau?

Adam : Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.

Suara : Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon yang Kularang engkau makan itu?

Adam : Perempuan yang Kau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.

Suara : Apakah yang telah kauperbuat ini?

Hawa : Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.

Suara : (kepada Hawa)
Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.
(kepada Adam)
Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.

(Mereka akhirnya di usir dari taman Eden. Tirai panggung ditutup)

(Jemaat menyanyi lagu ”Indah Sebagai di Eden”)

(Masuk malaikat dan iblis)
Iblis : Hua ha ha hahahaha.....
Pangge-pangge ujang ini.
Bae leh itu lagu bukang for kita.
Kacau...total!
Hua ha ha hahahaha....
Malaikat : De pe inti kwa dari hati. Dorang so berusaha mo kase yang terbaik pa Yesus Kristus lewat pujian.
Yah, kalu ada fals-fals dikit, ato nda ta iko ketukan, ato ada yang manyanyi sambil menghayal, ato yah, memang suara blek kan patut di maklumi. Manusia jo no.
Lantaran kan nda samua ada bakat di manyanyi.
Iblis : Butul, memang so dari sononya rata-rata manusia pe bakat bukang di manyanyi mar di bidang kekacauan, kekerasan, kesombongan, kenyanda-sabaran, kemunafikan yang samua-samua itu maso pa kita pe bidang.
Hua ha ha hahahaha....
Naraka!!!
Malaikat : Iiiiih...tttakuuut...(mengolok iblis)
Iblis : Dunia skarang deng dunia dulu masih sama!!!
Samua lantaran kita! Kita!! Kita!!!
Dari Eden sampe skarang, manusia nyanda akan pernah lolos dari kita pe kuasa!
Hua ha ha hahahaha....
(keluar Iblis dan Malaikat)

Adegan II
Setting: Padang

(Tirai panggung dibuka. Adam dan Hawa yang telah beranak-cucu berjalan perlahan memasuki panggung. Menggambarkan sebuah perjalanan kehidupan yang meletihkan dari suatu keluarga yang besar. Makin lama jumlah mereka semakin bertambah. Terjadi kekacauan, keributan, kegilaan, dan perkelahian di tengah-tengah kerumunan orang-orang itu. Beberapa berusaha melerai juga menenangkan, namun kekacauan terus terjadi. Dalam perjalanan itu mereka menemukan sumber air. Mereka bersukaria. Perlahan air mulai naik, dan mereka terus bersuka-ria. Setelah beberapa saat air terus naik, mereka menjadi panik dan berusaha menyelamatkan diri. Air terus naik hingga akhirnya menenggelamkan mereka. Terlihat bahtera di atas permukaan air. Setelah air surut masuk beberapa orang yang terlihat kelaparan dan sakit-sakitan. Masuk seorang nabi berpakaian raja dan bawahan-bawahannya yang kemudian langsung merawat dan memberi makanan pada orang-orang itu. Mereka bersuka-ria. Setelah orang-orang itu bersuka-ria nabi itu keluar. Mereka terus berpesta pora. Masuk orang-orang yang mengusung patung lembu yang terbuat dari emas yang kemudian disembah oleh orang-orang tadi. Masuk seorang nabi dengan membawa dua loh batu, yang kemudian segera murka setelah melihat suasana itu. Setelah memecahkan dua loh batu yang bertuliskan ke-sepuluh perintah Tuhan, nabi itu keluar. Mereka lalu mamecah-mecahkan dan kemudian memakan patung lembu itu. Kemudian mereka berjalan keluar dan terlihat sangat menderita. Masuk dari kiri dan kanan panggung orang-orang yang siap berperang. Mereka membentuk barisan di pinggiran panggung kemudian saling meneriakan cacian. Masuk seorang nabi yang berusaha melerai perang itu, namun sia-sia. Kedua kubu akhirnya maju berperang. Sang nabi keluar. Panggung menjadi arena pembantaian. Akhirnya semua tewas terkapar. Masuk perempuan-perempuan yang meratapi sosok-sosok mayat itu. Tirai panggung ditutup)

(Jemaat menyanyikan Kidung Jemaat No. 260 Ayat 1 dan 3 “Dalam Dunia Penuh Kerusuhan”)

(Masuk Iblis dan Malaikat)
Iblis : hua ha ha ha...
Sengsara!!!
Sampe skarang itu kata itu masih terus terngiang di talinga!
Malaikat : Kasih!
Itu kata itu ley masih terus terngiang di telinga.
Iblis : Io, mar manusia semakin terpuruk dalam kita pe belenggu. Sampe-sampe yang ngana lia cuma kemunafikan. Yang ngana kira nda ada di antara orang-orang ini, mar sebenarnya ada, kong banya le!!! Ada saat-saat dorang bakampanye tentang cinta, kasih, deng Tuhan, deng ada saat-saat dorang bakampanye tentang.....ngana so tau to itu. Karna apa?
Malaikat : Hoaaaayem (sambil mengolok)
Iblis : Karna, ngana pe bos nyanda pernah butul-butul kase ampun pa dorang, manusia.
Malaikat : Masih inga itu kejadian sesudah tu ngana pe cerita tadi?
Iblis : Hmm.. bagimana?
(keluar Malaikat dan Iblis)

Adegan III
Setting: Dunia masa Perjanjian Lama

(Tirai panggung di buka, perempuan-perempuan yang menagis tadi terlihat sedang memindahkan jasad-jasad korban peperangan ke luar panggung. Masuk nabi Yesaya dan langsung bergabung dengan perempuan-perempuan tadi untuk memindahkan jasad-jasad.)

Nabi Yesaya : (Sambil memindahkan jasad)
Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar.
Engkau telah menimbulkan banyak sorak-sorak, dan sukacita yang besar; mereka telah bersukacita di hadapan-Mu, seperti sukacita di waktu panen, seperti orang bersorak-sorak di waktu membagi-bagi jarahan.
Sebab kuk yang menekannya dan gandar yang di atas bahunya serta tongkat si penindas telah Kaupatahkan seperti pada hari kekalahan Midian.
Sebab setiap sepatu tentara yang berderap-derap dan setiap jubah yang berlumuran darah akan menjadi umpan api.
Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.

(Keluar nabi Yesaya)
(Masuk nabi Mikha langsung bergabung memindahkan jasad)

Nabi Mikha : (Sambil memindahkan jasad)
Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala. Sebab itu ia akan membiarkan mereka sampai waktu perempuan yang akan melahirkan telah melahirkan; lalu selebihnya dari saudara-saudaranya akan kembali kepada orang Israel. Maka ia akan bertindak dan akan menggembalakan mereka dalam kekuatan TUHAN, dalam kemegahan nama TUHAN Allahnya; mereka akan tinggal tetap, sebab sekarang ia menjadi besar sampai ke ujung bumi, dan dia menjadi damai sejahtera.

(Keluar nabi Mikha)
(Masuk nabi Zakharia yang kemudian langsung memindahkan jasad)

Nabi Zakharia : Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.
Ia akan melenyapkan kereta-kereta dari Efraim dan kuda-kuda dari Yerusalem; busur perang akan dilenyapkan, dan ia akan memberitakan damai kepada bangsa-bangsa. Wilayah kekuasaannya akan terbentang dari laut sampai ke laut dan dari sungai Efrat sampai ke ujung-ujung bumi.

(Setelah semua jasad telah di pindahkan, nabi Zakharia berjalan keluar. Perempuan-perempuan itu segera merespon nubuatan yang baru saja mereka dengarkan dari ketiga nabi itu dengan tarian pengharapan. Masuk beberapa orang masuk bergabung dengan mereka sehingga jumlah orang yang menantikan kedatangan Mesias semakin bertambah. Masuk Iblis yang langsung menghasut satu-persatu dari mereka. Lama-kelamaan satu-persatu mulai memisahkan diri dan keluar. Hingga akhirnya tersisa dua orang. Tirai panggung ditutup)

(Jemaat menyanyikan Kidung Jemaat No. 81 Ayat 1,2,5 “O Datanglah Imanuel”)

(masuk Iblis dan Malaikat)
Iblis : Hua ha ha hahahaha...
Apa yang ngana mo banggakan dari tu cerita itu?!
Itu tiga pace itu?
Ha ha haha...
Malaikat : Nubuatan!!!
Iblis : Oh....(mengangguk)
Mar ngana so lia kita pe andil?!
Akhirnya kan nda ada orang yang percaya tu ramalan itu.
Kalu cuma sekedar tau, ada!
Mar kalu soal percaya, no wey!!!
Malaikat : Mo ada orang percaya ke’, mo nyanda ke’, kalu namanya kehendak Tuhan, pasti mo jadi. Buktinya ngana.
Iblis : Kiapa kita?
Malaikat : Dapa user dari surga no.
Iblis : Bukang dapa user, kita yang suka pigi dari situ.
Malaikat : Oh, bagitu eh...
Kalu soal andil, ngana pasti tau tu kejadian di satu rumah di kota Nazaret.
(keluar Iblis dan Malaikat)

Babak II
Adegan I
Setting: Sebuah rumah di kota Nazaret
(Tirai panggung dibuka. Yusuf dan Maria yang sedang dilanda asmara sudah berdiri di tengah panggung. Yusuf berpamitan pada Maria lalu kemudian keluar. Maria mengantarnya sampai di depan pintu. Maria sejenak melamun sambil tersenyum-senyum, kemudian dengan suka-cita mulai membersihkan ruangan dan perabotan, lalu tertidur. Masuk Malaikat Gabriel yang menari-nari mengelilingi ruangan, kemudian membangunkan Maria.)
Gabriel : Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.
Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.
Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.
Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,
dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.

Maria : Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?

Gabriel : Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.
Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.
Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.

Maria : Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.

(Setelah itu Gabriel keluar sambil menari-nari dari ruangan itu. Tidak lama kemudian Maria ikut keluar.)

(Beberapa bulan kemudian)

(Masuk Marta dan Maria. Maria sedang mengandung)
Maria : Terlalu sulit!
Sulit untuk dilupakan...
Senyumannya...masih terus terlukis di pikiran.
Gaya bertuturnya...
Aku...mencintaimu...Maria...(menirukan suara Yusuf)
masih terus terngiang di telinga.
Bahasa tubuhnya...ahh
Aku tidak bisa begitu saja melupakan orang yang telah mencuri hatiku...
Mungkin Tuhan telah menghukumku dengan mengambil kewarasanku, Marta saudariku.

Marta : Itu adalah hal yang wajar, saudariku Maria yang sementara dipenuhi semerbak bunga kasmaran dari Eden.

Maria : Tapi...tapi...Marta saudariku yang keteduhan hatinya mengalahkan laut mati.
Ada sesuatu yang ku takutkan.

Marta : Serbuk pahit apa yang berhasil di masukan iblis kedalam kepala putri Sion yang termanis ini sehingga dia melupakan sang penuntunnya yang setia?

Maria : Dengarkan dulu Marta saudariku yang kesetiaanya melebihi pengawal di serambi raja Salomo.
Sang pencuri hati sungguhlah seorang yang gagah, dan pastilah semua yang ditatapnya bertekuk-lutut. Sedangkan aku...lihatlah aku sekarang. Sang pencuri pasti segera membuang barang curiannya ke tanah dan segera akan diinjak orang jika barang curiannya itu ternyata hanya seonggok tanah liat.

Marta : Oh, saudariku yang malang. Terkutuklah semua pahlawan di Sion yang gagah perkasa jika hati putri Sion ini harus terinjak oleh salah satu dari mereka.

Suara : Marta...Marta....

Marta : Maria saudariku, hati itu sedang di hinggapi kupu-kupu yang membawa serbuk cinta sejati. Janganlah pernah membiarkan kupu-kupu itu lari dari padamu. Karena seluruh Israel menantikan hari pembuahannya.

Suara : Marta...Marta....Marta....

Marta : Sebentar. (ke arah suara itu)
Tegarkanlah hatimu yang suci itu!

(Marta berlari keluar)

Maria diam termangu dan sesekali termenung. Masuk Marta.

Marta : Oh, saudariku Maria yang dipenuhi rahmat Tuhan, menangislah. Tapi bukan dengan tangisan kematian itu. (memeluk Maria)

Maria : Kesedihan berusaha untuk terus merasuki hati yang tinggal sepenggal ini.

(Masuk Yusuf)
Yusuf : Jika demikian jangan biarkan dia menggantikan penggalan hati yang hilang itu. Biarlah hati yang tinggal sepenggal ini juga yang menggantikannya.
(jeda)
Aku ingin mengambil sebagai istri seorang putri yang sebagian hatinya pernah aku curi.

(Masuk seorang imam yang datang bersama Yusuf untuk menikahkan Maria dan Yusuf, juga masuk beberapa orang yang menyaksikan pernikahan tersebut. Setelah upacara pernikahan itu usai masuklah seorang utusan kaisar Agustus untuk membacakan suatu pengumuman)

Utusan kaisar : Pengumuman, pengumuman!
Kepada seluruh penduduk di bawah pemerintahan kekaisaran Romawi, agar supaya mendaftarkan diri di tiap-tiap daerah asalnya sendiri atau daerah asal suaminya.

(Tirai panggung ditutup)

(Jemaat menyanyikan lagu dari Kidung Jemaat No. 85 Ayat 1 dan 8 “Ku Songsong Bagaimana”)

(masuk Iblis dan Malaikat)
Iblis : Boleh jadi Maria deng Yusuf so melakukan adegan itu... lebe dulu, kong so babuah, jadi dorang mo tutu itu aib dengan yah... cerita itu, supaya nyanda malo.
Malaikat : Jadi menurut ngana, itu kejadian itu nyanda butul dang....
Iblis : Bukang menurut kita. Itu pemikiran dari tu cewe sana.
Talalu leh kong kita nintau tu kejadian itu. Sampe deng itu dorang pe perjalanan ka Betlehem le kita tau.
Yang kita nintau, ngana pe maksud mo cerita tu kejadian yang nyanda penting itu.
Malaikat : Kita pe maksud deng tujuan kan ngana so tau.
Mo jaga pa manusia.
Iblis : Hua ha ha hahahaha.....
Ngana kira kita mo kalah?!
Sedangkan ngana pe bos okat pa ana’, kong ngana le.
Coba jo!!!
Hua ha ha hahahaha....
Malaikat : Simak jo ini cerita!
(keluar Iblis dan Malaikat)

Adegan II
Setting: Jalanan kota Betlehem

(Tirai panggung dibuka. Masuk Maria dan Yusuf yang berjalan mencari tempat penginapan. Saat tiba di penginapan pertama mereka bertemu dengan pemiliknya yang adalah seorang pengusaha muda yang terlihat begitu sibuk melayani pelanggan-pelanggannya yang lain)

Yusuf : Apakah di sini ada tempat bagi kami untuk menginap?

Pengusaha : (memperhatikan Maria dan Yusuf dengan seksama)
Oh..ya..
Tunggu sebentar ya....(sibuk melayani pelanggannya yang lain)

Pengusaha : Sebaiknya tuan dan istrinya duduk dulu di situ.

(Yusuf dan Maria duduk di kursi. Saat pelanggan yang dilayani pengusaha tersebut tinggal sedikit, Yusuf menghampirinya)

Yusuf : Bagaimana, apakah masih ada tempat bagi saya dan istri saya?

Pengusaha : Aduh, maaf sekali tuan. Orang yang seharusnya sudah keluar hari ini malah masih menambah waktu sewanya, jadi sampai saat ini belum ada kamar yang kosong.

Yusuf : Ya, sudahlah kalau begitu.

(Maria dan Yusuf kembali berjalan untuk mencari penginapan. Di tengah perjalanan yang berangin itu, mereka berpapasan dengan tiga orang prajurit Romawi. Setelah melewati Maria dan Yusuf, salah seorang prajurit tadi berbalik dan menghampiri Maria dan Yusuf yang dikuti oleh kedua rekannya untuk memberikan kain jubahnya pada Yusuf agar dikenakan Maria. Setelah menerima kain tersebut Yusuf segera memakaikan kain tersebut pada Maria. Ketiga prajurit keluar. Maria dan Yusuf meneruskan perjalanannya. Hingga akhirnya mereka tiba di sebuah penginapan yang pemiliknya adalah seorang wanita pesolek)

Yusuf : Apakah di sini ada tempat bagi saya dan istri saya untuk menginap?

Wanita : Ada...ada.
Tapi kamar yang tersisa hanya tinggal satu, dan ukurannya pun kecil.
Harganya tiga dinar untuk sehari.

Yusuf : Uang kami tinggal sedikit.
Untuk membayar biaya kamar itu selama dua hari saja sudah tidak cukup.
Sekiranya ibu dapat menolong kami.
Istri saya akan segera malahirkan.

Wanita : Oh...begitu.
Hmmmm.....(perpikir sejenak)
Berapa jumlah uang kalian?

Yusuf : lima dinar.

Wanita : Hmmmm.....(berpikir)
Baiklah.
Mari ikut aku.

(ketiganya bergegas berjalan ke luar panggung, tapi langkah mereka segera terhenti setelah terdengar suara seseorang. Masuk seorang pria yang terlihat begitu tergesa-gesa)

Pria : Siapakah pemilik penginapan ini?

Wanita : Ya...saya sendiri.
Ada apa?

Pria : Oh, kebetulan sekali.
Saya sudah berkeliling di kota ini untuk mencari penginapan, tapi semua penginapan yang sudah saya datangi semuanya sudah penuh.
Mmmm...apakah di tempat ini masih ada kamar yang kosong?
Kalau ada, saya akan menginap selama seminggu.

Wanita : Oh....begitu....
Hmmmmm....(berpikir)
Sebenarnya penginapan ini juga sudah penuh, tapi ada sebuah kamar kecil yang bisa digunakan.
Harganya per hari empat dinar.
Bagaimana?

Pria : Hmmmmmm....(berpikir)
Baiklah, saya ingin melihat kamarnya.

Wanita : Oh ya...
Mari ikut saya.
(kepada Maria dan Yusuf) Maaf ya...

(Wanita dan Pria bergegas berjalan keluar)

Yusuf : Tapi bagaimana dengan kami?
Kumohon tolonglah kami...
Istri saya akan segera melahirkan.

Wanita : Sebaiknya kalian cari penginapan yang lain saja, yang cukup dengan uang kalian.

(Wanita dan Pria keluar)
(Yusuf dan Maria kembali berjalan mencari penginapan. Di tengah perjalan mereka berpapasan dengan beberapa orang anak kecil yang menari-nari di jalanan. Setelah berputar-putar mengitari Yusuf dan Maria, dua orang dari anak-anak itu memasangkan mahkota bunga kepada Yusuf dan Maria. Sesudah itu anak-anak keluar. Maria dan Yusuf terus berjalan untuk mencari penginapan, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah penginapan milik seorang lalaki tua yang bungkuk dan pincang. Setelah cukup lama Yusuf mengetuk pintu penginapan, baru pemiliknya keluar)

Yusuf : Apakah di sini ada tempat bagi saya dan istri saya untuk menginap?

Lelaki Tua : (menghela nafas panjang)
Tempat ini sudah seperti kandang.
Bangunan ini sudah hampir roboh karena harus menahan kesesakan orang-orang yang ada di dalam.

Yusuf : Kiranya bapak sudi menolong kami.
Istri saya ini sudah mau melahirkan.

Lelaki Tua : (menarik nafas panjang)
Sebenarnya saya ingin sekali menolong kalian, tapi mau bagaimana lagi, selain pelanggan, saudara-saudara saya yang dari luar kota juga menginap di sini untuk mendaftarkan diri. Jadi saya sarankan sebaiknya kalian mencari tempat lain saja.
(Menengadah ke langit) Hari sudah mau hujan.
Jika ingin berteduh-berteduhlah di situ. (menunjuk arah kandang)

(Lelaki Tua keluar, Yusuf dan Maria berjalan ke arah kandang. Tirai panggung ditutup)

(Jemaat menyanyikan Kidung Jemaat No. 94 Ayat 1 dan 4 “Hai Kota Mungil Betlehem”)

(masuk Iblis dan Malaikat)
Iblis : Hoaaaayaaaam...(mengantuk)
Membosankan...
Riki pastiu kita da tunggu depe bagian akhir.
Malaikat : Cerita itu nda akan pernah mo klar. Sampe kapan pun.
Cerita itu mo ada trus, secara turun menurun.
Iblis : Kita leh ada cerita yang nyanda akan pernah mo klar.
Cerita perang......deng......keangkuhan!!!
(Keluar Iblis dan Malaikat)

Adegan III
Setting: Balai Istana Herodes

(Tirai panggung dibuka, Herodes dan prajurit-prajurit Israel sudah berada di panggung. Herodes duduk di kursi Raja)

Semua : Demi kejayaan bangsa kita !
Untuk kejayaan tanah air!
Hidup raja agung terbesar kita!
Hidup Caesar yang sudah memberikan kepercayaannya pada raja kita Harodes!!!
(Masuk istri Herodes beserta pelayan-pelayan istana. Istri Herodes duduk di kursi Permaisuri)
Permaisuri : Cukup!
Roma dan Caesar tidak akan pernah seperti sekarang ini, kalau saja tidak ada suamiku Herodes!
Peperangan ini....
Kemenangan ini adalah milik Herodes Yang Agung!
Semua karena jasa-jasanya, sehingga Yang Mulia Herodes pantas di sebut Raja Agung Terbesar.
Semua : Hidup yang mulia raja Herodes!
Hidup yang mulia raja Herodes!
Herodes : Daerah-daerah di pinggiran Palestina yang merupakan garis terdepan Romawi sudah ku taklukkan.
Sebentar lagi Arab yang berlimpah minyak akan segera menyusul.
Dan dunia ini sepenuhnya akan jadi milikku.
Ha ha ha hahahaha.....
Semua : Hidup yang mulia raja Herodes!
Herodes : Kalian semua adalah pejuang-pejuang terbaik yang pernah dimiliki bangsa ini. Berbahagialah ibu yang melahirkan kalian, karena sudah terbukti bahwa pasukan ini adalah pasukan yang tak terkalahkan.
Semua : Hidup yang mulia raja Herodes!
Hidup yang mulia raja Herodes!
(Herodes tertawa, masuk seorang kurir)
Kurir : Yang mulia raja Herodes, di depan istana ada tiga orang yang mengaku raja dari timur yang datang untuk menemui raja terbesar di tanah Palestina.
Herodes : Hua ha ha ha hahahaaha....
Ternyata keagungan dan kemuliaan namaku sudah tersebar sampai ke kerajaan-kerajaan di timur.
Hua ha ha hahahahahaha....
Semua : Hidup yang mulia raja Herodes!
Herodes : Suruh mereka masuk!
Kurir : Daulat tuanku! (keluar)
Perwira I : Mungkin, mereka mulai ketakutan, karena dipikirnya pasukan kita akan bergerak ke timur, ke wilayah mereka.
Semua : (tertawa)
Perwira II : Mungkin mereka kemari dengan membawa bendera putih.
Semua : (tertawa)
Perwira III : Atau, mereka ingin menjadikan kita sekutu. Dan memberikan upeti kepada raja teragung, termulia, dan terbesar.....Herodes.
Semua : Hidup yang mulia raja Herodes!
Hidup yang mulia raja Herodes!
Hidup yang mulia raja Herodes!
(Masuk kurir dan ketiga orang Majus)
Herodes : Ada perlu apa, sehingga datang dari jauh-jauh kemari?
Majus I : Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.
Herodes : Apa...? Baru dilahirkan? Lelucon apa ini?

(semua orang di istana Herodes menjadi terkejut dan tercengang-cengang. Terdengar suara kasak-kusuk)

Herodes : Cepat kumpulkan semua imam kepala dan ahli taurat.
(gelisah)

(masuk ahli-ahli Taurat dan imam-imam kepala)

Herodes : Siapa raja orang Yahudi yang kau maksudkan itu, sehingga alam pun turut menyembahnya?

(para imam dan ahli taurat sejenak berbisik-bisik, beberapa dari mereka membuka kitab)

Ahli Taurat : Dia adalah Mesias. Raja yang akan memimpin Israel.

Herodes : Ini pemberontakan! Di mana dia akan lahir?

(para imam dan ahli taurat sejenak berbisik-bisik, beberapa membuka kitab)

Imam Kepala : Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi.

Herodes : Ini mustahil!!! (terbata-bata, gelisah, gugup, sempoyongan)
Tidak mungkin di tanah ini ada raja yang lebih besar dari aku!

(Para Ahli Taurat dan para Imam kepala terlihat sedang memperdebatkan sesuatu. Herodes mendekati orang-orang Majus dan kemudian berbisik)

Herodes : Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya akupun datang menyembah Dia.

(Keluar orang-orang Majus. Herodes memanggil kurir dan mengisyaratkan agar mengikuti orang-orang majus itu. Keluar kurir. Tirai panggung ditutup)

(Jemaat manyanyikan Kidung Jemaat No. 95 Ayat 1-3 “Gita Sorga Bergema”)

(masuk Iblis dan Malaikat)
Malaikat : Raja paling besar!
Bukang cuma di Israel, mar di dunia.
Yang Dia pe kerajaan nyanda akan pernah berakhir!
Bayangkan!!!
Iblis : Tunggu kita mo bayangkan (mengolok Malaikat)
Malaikat : Tuhan deng Manusia ada depe pendamai.
Yesus Kristus!
Yang Ilahi yang ada jadi manusia!
Iblis : Intsrupsi!!!
Di dunia ini dia pe kerajaan bukang satu-satunya yang paling pai deng abadi!
Ada dua kerajaan yang sama-sama pai.
Tau to sapa punya tu satu?!
Malaikat : Mar, de pe laste kan ngana pe kerajaan mo kalah!
Lantaran so ada tatulis.
Iblis : Kita nyanda akan pernah kalah!!!
Yang tatulis di situ salah!!!
Kita pe tujuan yang sebenarnya, mo buktikan kalu samua itu salah.
Samua yang tatulis di kitab-kitab itu salah!!!!
Malaikat : Ngana masih inga itu kejadian pa gembala-gembala di padang rumput?
Apa yang tatulis pasti mo jadi.
(keluar Malaikat dan Iblis)

Adegan IV
Setting: Padang Rumput

(Tirai panggung dibuka. Gembala-gembala sedang menjaga kawanan dombanya)
Gembala I : Apakah semuanya sudah bersiap-siap?
Gembala II : Kami semua sudah siap sejak dari rumah. Tapi saya pikir mereka tidak berani macam-macam, karena jumlah kita cukup banyak.
Gembala III : Ya, pencuri-pencuri itu sebenarnya adalah orang-orang pengecut. Mereka hanya berani merampas jika jumlah gembala penjaganya di bawah tiga orang.
Gembala I : Ia, tapi kan kita harus tetap berjaga-jaga.
Gembala IV : (dengan nada bercanda) Padahal dulu, walaupun tidak di jaga, domba-domba ini pasti tidak akan hilang.
Gembala V : Zaman ini sudah semakin sulit sejak kedatangan orang-orang Romawi itu.
Gembala VI : Benar sekali. Mereka memungut pajak yang terlampau tinggi, sehingga kita harus membanting tulang dua kali lipat.
Gembala VII : Ssssst, jangan keras-keras....
Gembala V : Kenapa harus takut.
Ini adalah tanah kita!
Ini adalah bangsa kita!
Gembala I : Simeon! Diamlah!
Gembala VIII : Apa yang dikatakannya itu benar. Kita benar-benar sudah dibodohi.
Pencuri-pencuri itu adalah dari bangsa kita juga. Mereka menjadi seperti itu karena biaya hidup yang semakin tinggi.
Gembala IX : Bodoh! Mereka tidak lebih dari orang-orang bodoh! Karena mencuri adalah suatu tindakan yang paling hina. Dan Tuhan mengutuk tindakan itu.
Gembala X : He he he...(sinis)
Bukankah Tuhan sudah mati?
Lihatlah! Kita akan tetap berada dalam kesengsaraan. Kita tidak benar-benar keluar dari lingkaran setan itu. Sejak pembuangan di Babel Tuhan sudah tidak ada lagi. Lihatlah kini yang di hadapan kita adalah orang-orang Romawi gila dan kawanan pencuri domba bodoh.
Hukuman itu tidak akan pernah berakhir!
Gembala I : Eliezer! Ada apa denganmu?! Setan apa yang sedang merasukimu?!
Gembala X : Setan-setan apa!
Jangankan setan, Tuhan pun sudah tidak ada artinya lagi sekarang. Yang tertinggal hanyalah cerita hasil rekaan kakek-kakek gila hormat yang bekerja di bait suci itu...
Gembala IX : Eliezer! Apa kau sudah gila?!
Sudah lupakah kau pada nubuatan para nabi tentang akan datangnya Mesias?
Gembala X : Ahhh...lagi-lagi soal mesias. Aku sudah bosan hidup dalam penantian yang tidak jelas. Aku tidak mengharapkannya lagi.
Aku tidak perduli lagi pada hal ke-tuhan-an.
Semua Gembala: Eliezer!!!

(masuk Malaikat. Saat melihat Malaikat para gembala sangat takut)

Malaikat : Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.

(masuk malaikat-malaikat yang lain yang berdiri di belakang malaikat pertama.)

SemuaMalaikat: Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.

(Malaikat-malaikat keluar. Gembala-gembala menjadi takjub)

Gembala I : Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.

(semua gembala setuju dan berjalan keluar, kecuali gembala X. Dia duduk termenung sendirian dan terlihat gelisah, namun akhirnya keluar mengikuti gembala yang lain. Tirai panggung ditutup)

(jemaat menyanyikan Nyanyian Kidung Baru No.62 Ayat 1-3 ”Gembala Yang Ada di Padang”)

(Masuk Iblis dan Malaikat)
Malaikat : Pantasan ngana so jaga tumbus di tampa-tampa ibadah.
Kiapa so mulai abis stok di neraka?
Iblis : Hua ha ha hahahaha...
Ngana tau kote.
Dorang samua pasti mo iko pa kita ka neraka!!!
Malaikat : Malawang mimpi ngana!
Iblis : Mimpi?!
Kebanyakan kita dapa pengikut dari tampa-tampa bagini.
Deng, so dorang-dorang itu yang jadi paling setia pa kita, kalu ngana mo tau!
Malaikat : Kalu di sini susah ngana mo dapa. Lantaran Yesus Kristus sayang skali pa dorang.
Iblis : Sama!!! Kita le sayang skali pa dorang!
So itu kita mo pangge pa dorang!
Hua ha ha ha hahahaha....
Malaikat : Ngana pe usaha nda akan berhasil!!!
Nanti ngana lia!
(keluar Iblis dan Malaikat)

Adegan V
Setting: Kandang domba

(Tirai panggung dibuka. Maria dan Yusuf duduk di dalam kandang. Di tengah mereka ada palungan. Malaikat-malaikat memegang lilin sambil berdiri di samping kiri dan kanan kandang. Di depan Maria dan Yusuf ada empat malaikat yang sedang menari-nari.. Malaikat-malaikat yang ada di samping kandang berjalan ke arah jemaat dan membagikan api dari lilin yang dipegangnya masing-masing kepada jemaat. Sesudah itu kembali naik ke atas panggung)
(Masuk gembala-gembala yang berjalan kearah kandang. Mereka memperhatikan bayi Yesus dengan seksama)
(Masuk ketiga orang Majus yang dibuntuti oleh kurir Herodes. Berjalan kearah kandang dan mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur. Bersamaan dengan itu beberapa malaikat berjalan ke arah jemaat dan menjalankan pundi persembahan. Sesudah itu malaikat-malaikat kembali ke panggung. Keluar kurir Herodes. Tirai panggung ditutup)

(jemaat menyanyikan Kidung Jemaat No. 123 Ayat 1-4 “S’lamat S’lamat Datang”)

(masuk Iblis—murung dan gelisah—dan Malaikat)
Malaikat : Kiapa? Rupa dapa lia suak-suak ini.
Iblis : Suak-suak di rumah saki!
Jangan dulu sanang, blum kalah ini.
Malaikat : Oh, mo tamba leh?
Iblis : Ha ha...(sinis)
Suka-cita yang nda akan bertahan lama!
Nda mungkin mo se kalah pa kita!
Malaikat : Dapa lia ngana yang so nda mo bertahan lama di sini.
Iblis : (semakin gelisah) Pasti ada celah!
Pasti ada! (berpikir keras)
Hmmmm....(tersenyum)
Logika...(berbisik)
Samua rekayasa!!!
Samua tai minya!!!
Samua yang tatulis di situ (menunjuk ke Alkitab) nda ada yang butul!!!
Hua ha ha hahaha....
Samua dusta!!!
Itu ada beking supaya...supaya....
Malaikat : Kalu itu Alkitab de pe isi dusta samua, berarti ngana le nda ada!
(Malaikat mengampiri Iblis, kemudian berusaha menyeretnya keluar dari ruangan)
Iblis : Tunggu! Tunggu!!!
Kita blum kalah!!!
Coba pikir!!!
(Malaikat terus menyeret Iblis keluar)
Planet-planet!!! Kiapa nyanda tatulis di Alkitab?!
Dinosaurus!!! Kiapa nda ada di Alkitab?!
Samua salah!!! Samua salah!!!
Manusia!!! Depe asal dari yaki!!!
Sebenarnya ngoni...ngoni yaki kong jadi!!!

(Malaikat menyeret Iblis sampai ke luar ruangan)

Adegan VI
Setting: Kandang domba

(Tirai panggung dibuka. Maria dan Yusuf duduk di dalam kandang. Para Malaikat, para gembala, dan orang-orang majus berbaur dalam tarian kesuka-citaan. Tirai panggung ditutup)

(Jemaat menyanyikan lagu Hai Dunia Gembiralah)

(Doa Penutup)

Selesai

Sabtu, 06 September 2008

Puisi Andre GB

SEBUAH JAWAB

tadi malam aku ingat lagi
pertanyaanmu dulu yang tak sempat aku jawab
..............
kini aku tahu
di mana ku taruh hatiku
hingga aku sering tak berperasaan
...............
(hatiku ada dalam genggammu)




SAJAK FOR MASA DEPAN

Kalo nanti ngoni so nyanda dapa lia pante,
Tanya jo pa pemerenta
So dorang yang da tambung tu pante
Kong ganti deng tu mol-mol

Kalo nanti ngoni so susa mo bli baju
Ngoni tetap tanya pa pemerenta
Karna dorang yang user pulang
Tu uti-uti yang dulu di 45

Kalo nanti ngoni so nyanda bole skola
Itu musti tanya pa pemerenta
Karna dorang no yang beking tu skola
Jadi lebe mahal tiap hari

Kalo nanti ngoni so susa mo brobat di ruma saki
Ngoni tetap musti tanya pa pemerenta
Karna dorang pe tau-tau itu
Beking harga oba mahal pe nene moyang

Kalo nanti ngoni so nyanda dapa rasa cap tikus
Ngoni tanya komang pa polisi
Karna dorang larang tu minuman adat
Mar dong se biar tu minuman segel

Kalo nanti ngoni demo kong dapa pintuas
Ngoni tanya le pa polisi
Kiapa ngoni dong pintuas
Kong tu koruptor dong se lapas?

Kalo ngoni biar nda sala mar dapa tilang
Ah.... itu tanya le pa polisi
Karna memang so dorang pe kalakuang
Tukang ba pajak lantarang pake seragam

Kalo ngoni dosen minta akang doi
Tanya pa dekan ato rektor
Dorang pe mata buta ato nyanda?
Kiapa ni kampus so fol deng tukang pajak?

Kalo ngoni dapa larang jadi kritis
Co ngoni tanya pa dekan ato rektor
Dorang ada ontak ato nyanda?
Kiapa ja larang orang mo jadi lebe pintar?

Kalo ngoni maitua se putus
Itu komang ngoni musti tanya pa diri sandiri
Sapa tau, maitua da se tinggal pa ngana
Karna memang ngana bisae!
He.... he.......




SEPENGGAL JAZZ UNTUK KENANGAN

(untuk semua yang telah bersama-sama bekerja)

Di lante tiga Ge pe ruma
Qta nyanda mo lupa torang mulai ni samua
Cuma modal baku parcaya
Padahal dompet kosong samua

Di lante tiga Ge pe ruma
Torang bakumpul sampe pagi
Yang penting ada surya deng kopi
Kong baku abis bicara visi

Di lante tiga Ge pe ruma
Tiga buku buka jalang
Se tau pa banya orang
Pemai! Torang nyanda cuma badiang!

Label:

Cerpen Witho B. Abadi

CIRITA TAI MINYA

(Redaksi tidak bertanggungjawab atas kerusakan psikologis

yang dapat anda alami dengan membaca cerita ini...)

SATU

Sekolah itu begitu kumuh. Seluruh bangunan muram, tak jelas warnanya. Dinding-dinding kelas telah lapuk dan berlubang. Begitu pula dengan pintu. Sebagian besar sudah hancur. Jendela-jendela banyak yang tak berkaca.

Guru sedang mengajar di ruang kelas yang bersiswakan tujuh orang. Hening di seluruh penjuru ruangan. Siswa-siswa sibuk mengerjakan tugas. Tak ada suara. Tak ada yang bicara.

Guru menerbangkan pandang. Tatapnya terhenti pada seorang siswa laki-laki yang kurus dan dekil. Sekonyong-konyong ia berdiri dari kursi dengan gerakan hampir melompat. Jarinya menuding tepat ke wajah dekil itu. Tatapan kebencian bersinar di matanya.

“HADI !!! Ngana yang salalu bera di rawa kang ? So ngana no tu ja beking bobow tu kampung !!!”

Anak yang bernama Hadi itu terkejut. Ia terhempas dari kursinya, terhantam getaran suara Guru. Gemetaran, ia berdiri. Darah menetes dari mulutnya, memerahi seragam yang tak lagi putih. Ia menyeka bibirnya ke lengan baju. Dengan jarinya yang pendek ia balas menuding wajah pak guru.

“Bapa le satu ja bera di situ !!! Tu hari kita da dapa lia pa bapa sementara bera.”

Guru ternganga. Jawaban itu sama sekali tak ia duga. Pitamnya naik. Api amarah menyala-nyala di seluruh tubuhnya, membakar kumis dan rambutnya. Hanya pakaiannya yang tidak. Ia menggeram. Harga dirinya sebagai seorang Guru terasa diskon.

Ia melebarkan kakinya. Menarik napas dalam-dalam. Energi terpusat di perut. Disertai satu teriakan ia melepaskan kekuatan dahsyat itu ke arah sasaran : Hadi !

“Diam !!! Bapak jarang !!!”

Ruang kelas bergetar hebat. Kaca jendela pecah. Meja-meja berhamburan. Siswa-siswa berlari tak beraturan, keluar dari kelas. Awan gelap menutupi langit.

Hadi tak mampu menahan serangan itu, roboh !

Demikianlah kemarahan Guru yang selanjutnya diikuti dengan didirikannya Hadi di depan tiang bendera di lapangan sekolah di bawah tak teriknya sinar matahari siang bolong yang terhalang awan tebal.

Angin yang ditugaskan mengibarkan bendera di tiang itu berhenti. Ia sudah tak sanggup lagi bekerja seperti ini setiap hari, meniup bendera lusuh yang sobek di sana sini. Ia akan menyatakan pengunduran dirinya kepada Kepala Sekolah.

Ketika ia mendongak ke bawah, tampak olehnya sebuah sosok yang dikenalnya, berdiri di depan tiang bendera. Tak seperti biasanya saat mereka bertemu. Kali ini ia tak melihat layangan di tangan sahabatnya itu. Angin berusaha berpikir mengapa Hadi dan tiang bendera saling berhadap-hadapan tanpa berbicara. Sayang sekali karena ternyata dirinya tak disertai dengan otak, Angin tak bisa memahami apa yang terjadi pada Hadi, selain wajah yang menanggung penderitaan yang teramat berat.

Tak ada hubungannya sama sekali dengan kejadian di sekolah, sore itu juga seluruh penduduk desa baik pria, wanita, anak-anak, sampai yang lanjut usia berkumpul di pinggir lapangan desa, menonton pertandingan sepakbola antar RT. Pertandingan sore hari ini mempertempurkan dua tim Papan Atas Likupang, Papan Nama dan Papan Iklan. Papan Atas ini adalah hasil olahan alam asli Likupang yang tidak ada di negeri lain, terbuat dari kayu pohon Sehwo murni yang hanya tumbuh di Likupang, dan pengetahuan untuk membuatnya hanya dimiliki oleh beberapa keluarga tukang kayu ternama di Likupang.

Lapangan sepakbola ini sebenarnya belum memenuhi standar FIVA dan hanya diperuntukkan bagi pertandingan antar kampung. Panjangnya tidak terlalu panjang dan lebarnya cukup lebar, diselimuti rumput hijau berkepala donat yang lebat yang diimpor dari negeri lain di luar dunia cerita ini dengan menggunakan teknologi teleport yang canggih yaitu, Mesin Telaahport ciptaan Prof. Witho.

Pertandingan berjalan dengan keras, saling colek, saling cubit, saling hujat, saling tuduh dan saling fitnah. Kedudukan masih belum juga berdiri, kosong-kosong. Sorak-sorai penonton riuh memberikan dukungan pada tim masing-masing.

Penonton bersorak ketika pemain Papan Nama melepaskan tendangan jarak jauh sekali yang luar biasa. Sayang berhasil digagalkan oleh kiper. Papan Iklan tidak tinggal diam. Dengan kerja sama di lapangan tengah, berhasil membuka pertahanan Papan Nama dan menusuk ke dalam kotak penalti hingga bocor. Sebuah tembakan dilepaskan dari dalam kotak penalti. Untunglah kiper cukup gesit sehingga sempat mengelak. Jika tidak, pasti nyawanya melayang. Tembakan tersebut mengenai seorang burung yang langsung jatuh dan tewas seketika itu juga. Babak pertama berakhir dengan korban satu orang burung. Dua orang komentator segera menjalankan segala tugas dan kewajiban mereka.

“Bung Roni, bagaimana komentar anda tentang babak pertama tadi bung?”

“Begini bung Kus. Harusnya tim tuan rumah memanfaatkan keuntungannya bermain di kandang sendiri bung”.

“Tapi bung, kedua tim ini sama-sama tuan rumah bung. Dan mereka tinggal di kandang yang sama bung. Lagipula bung, ini lapangan sepakbola bung, bukan kandang bung.”

“Benar bung, maksud saya mereka sekandang di peternakan Kuntua bung”. Roni tampak menyadari kesalahannya.

“Tapi bung, tadi anda mengatakan bahwa lapangan ini adalah kandang bung”. Sergah Kus dengan nada tersinggung dan mulai emosi dengan pernyataan Roni tadi.

“Maaf bung, kenapa anda tersinggung bung? Ini kan masalah lapangan sepak bola bung”.

Kus yang telah emosi berdiri sambil melempar gelas di mejanya dan berteriak. “Bapak saya adalah salah satu dari tukang yang membuat lapangan ini bung”.

Bogem mentah setengah matang diikutsertakan ke wajah Roni. Roni terjungkal dari tempat duduknya. Kus tak memberi kesempatan, langsung menerjang Roni dan menghajarnya. Keduanya berguling di lantai. Roni berusaha melepaskan diri. Ratusan pukulan sudah hinggap di wajahnya. Ditendangnya perut Kus dengan sekuat tenaga. Kus roboh. Secepat kilat Roni berdiri dan mengeluarkan sebuah pistol air dari saku jasnya. Ia menembak Kus tepat di matanya. Kus roboh meregang nyawa. Melihat Kus belum juga tewas, Roni mendekat dan kembali menembak mata Kus, dua kali. Kus tak bergerak lagi.

“Ini adalah formula rahasia yang kubuat. Campuran anyir ikan dan air jahe dikombinasikan dengan air bekas cuci piring. Sangat mematikan.” Ia memasukkan pistol airnya ke balik jas dan berbalik meninggalkan tubuh Kus yang tergeletak di lantai. Tanpa ia sadar, Kus ternyata belum tewas. Dengan sisa tenaga yang ada Kus mencabut sepatunya dan melemparnya ke kepala Roni. Roni roboh dan Kus pun kembali roboh. Tim medis segera datang. Tak lama kemudian mereka menyatakan bahwa keduanya telah tewas dan pertandingan babak kedua sudah bisa dimulai. Penonton bernapas dengan lega, tak ada lagi kata ‘bung’ yang diteriakkan dari mulut corong yang tampak lelah berteriak di atas tenda panitia.

Di babak kedua, Papan Nama mencoba menyerang dari sisi kanan. Pemain sayap kanannya mencoba menerobos dari pinggir lapangan. Ia mengepakkan sayapnya, terbang, dan tak pernah kembali lagi. Bola diambil oleh gelandangan Papan Iklan. Ia tak punya rumah dan pekerjaan. Sudah dua hari ini ia belum makan. Dengan rakus ia memasuki daerah pertahanan Papan Nama dan mencoba melahap bola itu. Sayang bola kulit itu terlalu alot untuk digigit. Pemain bertahan Papan Nama membujuknya dengan sejumlah uang receh. Gelandangan itu menatap seolah tak percaya. Matanya membelalak. Air liurnya menetes. Ia melepaskan bola itu dan menyambar uang receh dari tangan pemain Papan Nama kemudian berlari keluar lapangan menuju warung makan terdekat.

Serangan semakin gencar dilakukan Papan Nama. Sebuah umpan silang disambut dengan sundulan keras ke arah sudut bawah gawang. Sekali lagi kiper berhasil menyelamatkan dirinya dengan menggeser gawang sehingga bola mengenai tiang. Pemain kedua tim mulai kelelahan dan putus asa. Pelanggaran semakin banyak terjadi sehingga wasit terpaksa memberikan kartu kepada tiga orang pemain dan mengirim mereka ke tempat judi terdekat.

Saat pertandingan hampir berakhir, pemain Papan Iklan mendapat ruang kosong melompong. Dengan kegesitan yang luar biasa hebatnya ia meliuk-liuk bagai ular sambil mendesis diiringi irama suling melewati tiga orang pemain bertahan Papan Nama. Sekarang ia berhadapan langsung dengan penjaga gawang. Ia mengambil ancang-ancang untuk menembak. Dengan kekuatan penuh ia menghujamkan sepatunya ke tubuh bola itu. Belum sempat kakinya menyentuh bola, tiba-tiba ia terpeleset sesuatu. Jatuh dan terguling-guling, lehernya patah.

Ia tewas.

Wasit menunjuk titik putih.

Tendangan pinalti!

Pendukung tim tuan rumah bersorak. Pemainnya berpelukan. Kemenangan sudah di depan mata. Pemain dan pendukung Papan Nama yang juga, adalah tuan rumah, protes. Wasit tetap pada pendiriannya.

Panitia mengangkat papan bertuliskan “1”. Satu menit lagi pertandingan akan berakhir.

Dari kerumunan penonton yang riuh, seseorang yang bersenjatakan peda badung masuk ke lapangan dan mengejar wasit sambil berteriak-teriak seperti orang gila. Semua pemain lari keluar lapangan, kecuali, tentu saja yang lehernya patah.

Maka berlarilah sang wasit di tengah lapangan dikejar orang itu. Sebuah sabetan nyaris merenggut kepalanya. Untunglah ia cukup gesit. Orang itu terus berusaha sekuat tenaga membacok wasit dengan peda badungnya namun wasit yang ternyata sangat lincah selalu berhasil mengelak. Setelah satu menit, wasit melirik jam di tangannya dan meniup peluit panjang tanda pertandingan berakhir.

Pengejaran selesai.

Penuh rasa kecewa, orang berpeda badung itu berjalan keluar lapangan dengan kepala menunduk.

Orang-orang memasuki lapangan dan mengerumuni mayat pemain tadi dengan rasa penasaran dan heran. Ini adalah yang pertama kalinya seseorang tewas di lapangan sepakbola dengan leher patah. Dalam sejarah sepakbola Likupang, orang yang mati di lapangan sepak bola selalu tewas dengan leher putus setelah terjadi kekacauan di tengah pertandingan.

Rasa penasaran dan heran itu seketika menjadi rasa takut yang menggetarkan ketika mereka melihat apa yang sebenarnya menyebabkan pemain itu mati. Di sepatunya terlihat semiran berwarna kuning kecoklatan.

“Itu adalah pece!” seru seorang penonton.

“Bukan, itu adalah emas!” seru seorang yang lain.

Suasana tiba-tiba hening sesaat dan terpecah ketika semua orang berteriak dengan panik.

“TAI !”

Di dekat mayat itu terlihat secercah Tai yang telah terinjak. Benar! Pemain itu tewas terpeleset Tai. Kerumunan itu bergidik. Hidung-hidung melolong dengan suara menyayat hati. Bau Tai begitu hebatnya menusuk jantung mereka. Wajah-wajah yang tadinya antusias kini menampakkan gambaran putus asa. Pria-pria berdiri mematung terpaku tak berdaya. Wanita dan anak-anak menangis berpelukan. Awan gelap bergerak menutupi langit disertai bunyi guruh dan halilintar. Suara tawa menakutkan berkelebaran di langit memecah gendang telinga.

(Semua efek bunyi dilakukan secara manual oleh saya sendiri, hanya dengan menggunakan gitar elektrik).

Benarkah itu Tai ? Jika itu memang Tai, entah nasib buruk apa yang akan menimpa umat manusia.....

Malam itu, Kuntua menggelar sidang darurat di Balai Desa untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di lapangan sepak bola tadi sore. Semua penduduk desa hadir. Sejumlah tokoh masyarakat menjadi juri. Ayah Hadi berperan sebagai Pria berpeda badung yang menjadi tersangka dan sang wasit yang menjadi korban diperankan oleh Guru. Kuntua membuka sidang dan mengajukan pertanyaan kepada sang tersangka.

“Yang terhormat bapak tersangka, sudikah kiranya anda menjelaskan kepada sidang ini mengenai sebab-musabab, yang mana daripada anda telah mengejar sang wasit dengan peda badung, yang mana daripada hanya memiliki ijin kelas B2 yakni untuk memotong kelapa, dan bukannya sebagai perlengkapan untuk suporter sepakbola.”

Sang tersangka berdiri dari kursinya. ia memandang sang wasit dengan ekor matanya penuh kebencian, kemudian berkata ;

“Dia da tuduh kita pe anak yang jaga bera di rawa kata. Padahal kita pe anak bilang justru dia yang jaga bera di situ. Kita tersinggung. Itu sama jo deng dia da bilang kalu kita pe anak keturunan Tai.”

Pengakuan sang tersangka sontak membuat semua yang hadir di sidang terkejut bukan main. Bisik-bisik segera beredar ke seluruh penjuru ruangan sidang.

Berak di rawa adalah tindakan yang sangat serius dan brutal, tidak bermoral, tidak beradab, dan tidak berbudaya. Sebagai seorang wasit, Guru tidak seharusnya melemparkan tuduhan seberat itu kepada anak yang masih sekolah.

Ruang sidang menjadi riuh. Kuntua mengetuk meja menenangkan semua yang hadir di ruangan itu.

Sidang diistirahatkan selama 15 menit. Meja dihajar 3 kali, ia tak sempat mengelak, telak!.

Meja jatuh pingsan. Tim paramedis segera berlari untuk menyelamatkan nyawanya.

Peserta sidang bubar. Bisik-bisik di terdengar di sana-sini.

Dua jam kemudian, sidang dilanjutkan kembali. Para juri memutuskan bahwa hasil akhir dari sidang ini adalah seri dan karena itu perlu diadakan perpanjangan waktu untuk menyelidiki masalah Tai di rawa tersebut. Mereka akan mendatangkan seorang ahli untuk meneliti darimana Tai-Tai di rawa itu berasal. Jika tetap tidak berhasil, maka dengan terpaksa harus diadakan adu pinalti. Sidang pun ditutup. Tidak ada yang dihukum. Guru dan ayah Hadi berpelukan bahagia. Semua orang pulang ke rumah dengan rasa tidak sabar.

Besoknya, masih pagi-pagi benar sudah terdengar deru mobil berdatangan. Prof. Witho B.A dan timnya telah tiba. Beliau adalah seorang ahli Ilmu Kotoran yang mengkhususkan diri di bidang Tai. Masyarakat sangat berharap figur ini dapat menemukan jawaban yang selama ini menghantui hidung mereka.

Kuntua menyambut kedatangan Prof. Witho dengan jabatan tangan dan pelukan hangat.

“Selamat datang di Likupang. Terima kasih atas kesediaan anda untuk memenuhi panggilan kami. Bantuan anda sangat kami butuhkan.”

Prof. Witho tidak menggubris ucapan Kuntua. Ia membetulkan topinya dan memandang berkeliling.

“Di mana gadis-gadis yang muda dan cantik itu ?” tanya Prof. Witho tanpa berpaling. Kuntua terkejut, ia segera sadar dengan karakter dari orang di depannya.

“Aduh, maaf. Saya lupa. Lagipula, ini masih pagi.” Kuntua memberi kode kepada seorang bawahannya yang segera mengangguk dan pergi.

“Jangan khawatir. Anda pasti akan mendapatkan gadis tercantik di sini.” Lanjut Kuntua.

Prof. Witho berpaling perlahan memandang Kuntua dengan kening berkerut. Jarinya diacungkan ke wajah Kuntua, bergoyang ke kanan dan ke kiri.

“Bukan gadis, tapi gadis-gadis”. Ia berkata dengan dingin sambil berlalu meninggalkan Kuntua yang geleng-geleng kepala. Dari kejauhan kembali terdengar Prof. Witho berteriak. “Jangan khawatir. begitu kau bawakan gadis-gadis cantik itu, semua masalah di sini akan beres. Aku adalah Witho. Dan aku adalah yang terbaik dalam urusan Tai menai”.

Beberapa jam kemudian, kesibukan memenuhi lapangan sepakbola dan rawa-rawa di sekitarnya. belasan orang berpakaian serba putih hilir mudik dengan berbagai peralatan aneh di tangannya. Prof. Witho duduk sambil mengawasi anak buahnya yang sedang memasang sebuah alat berbentuk payung besi dengan jala-jala kecil di atasnya. Alat tersebut ditancapkan ke tanah di tengah lapangan sepak bola. Lampu-lampu di tubuh alat itu berkedip-kedip. Prof. Witho mengeluarkan sebuah alat seperti komputer mini dengan layar kecil dari saku jaketnya. Ia memencet tombol-tombol di samping layar dan dengan wajah serius memperhatikan tampilan yang muncul. Mimik wajahnya tegang, kemudian tak sampai semenit berikutnya ia tersenyum sambil meneteskan air liur.

Dari kejauhan salah seorang anak buahnya datang dengan berlari seperti kesetanan.

“Prof! Prof! Aku menemukan sesuatu di dalam rawa.”

Dengan terkejut Prof. Witho berbalik ke arah anak buahnya itu. Ia mendengus dengan marah.

“Apa kau tak lihat aku sedang sibuk?” teriak Prof. Witho sambil mengacungkan alat di tangannya ke arah anak buahnya itu. Anak buahnya melihat tampilan yang ada di layar kemudian tersenyum.

“Ah, prof. sedang menonton video porno ya? Itu kan videonya Gil, mahasiswi prof. di fakultas.”

Wajah Prof. Witho merah padam. Cepat-cepat ia memasukkan alat itu ke jaketnya.

“Sudah, diam. Tunjukkan apa yang kau lihat.”

Anak buahnya menuntun Prof. Witho menuju ke arah rawa. Tiga orang anak buahnya ikut serta. Setelah tak berapa lama menyusuri rawa yang becek, Prof. Witho dan anak buahnya tiba di sebuah tanah berlumpur yang luas, yang bahkan lebih luas dari lapangan sepak bola. Jantung Prof. Witho berdegup kencang. Sebersit rasa takut merasuk dadanya. Matanya membelalak seolah tak percaya dengan pemandangan yang membentang di hadapannya.

DUA

Tiga hari lamanya Prof. Witho dan timnya melakukan penelitian terhadap Tai-Tai yang ditemukan di sekitar rawa, termasuk dari kolam Tai raksasa yang mereka temukan di tengah hutan. Setelah merasa yakin dengan hasil penelitian yang dilakukan, akhirnya Prof. Witho menyuruh Kuntua untuk mengumpulkan seluruh masyarakat dan mengumumkan hasil dari penelitannya.

Wajah-wajah yang muncul begitu muram dan penuh ketidakpastian. Semua mata kuyu memandang Prof. Witho dengan telinga yang tidak sanggup lagi mendengar kabar buruk.

Prof. Witho memandang setiap wajah yang hadir di hadapannya, kemudian menunduk seakan tidak sanggup melihat air muka mereka yang bergejolak dan berombak saat ia mengumumkan hasil penelitiannya.

“Tai-Tai itu berasal dari Panta!”.

Kuntua dan masyarakat terkejut, hal ini benar-benar di luar perkiraan mereka.

Panta?!!!

Bagaimana mungkin Tai itu bisa berasal dari Panta?!!!

Itu sungguh sebuah hal yang mustahil dan tidak dapat dipercaya!!!

Bukankah bangsa Panta sudah lama diusir dari peradaban manusia?

Jangan-jangan kini mereka datang untuk balas dendam ?!

Maka sepucuk surat permohonan diterbangkan ke Istana Presiden. Meminta agar Presiden memperhatikan masalah serius ini.

Dalam hitungan menit, seluruh anggota Dewan dikumpulkan guna membahas tindakan yang akan dilakukan guna mengatasi masalah renik ini. Berbagai pro kontra terjadi dalam sidang. Anggota Dewan saling teriak, saling tuding, dan bahkan terlibat adu jotos. Tawuran antar anggota Dewan pun tak terhindarkan. Meja dan kursi beterbangan dengan sayap mereka yang kecil dan lucu. Anggota Dewan yang tidak memiliki ilmu bela diri turut aktif memberikan dukungan moral dan yel-yel sementara yang lain tertidur pulas karena sering kerja malam.

Setidaknya, keributan dalam sidang tersebut membuahkan sebuah resolusi untuk masalah Tai ini. Dengan pertimbangan bahwa Tai itu tidak hanya lembek dan licin, tetapi ada juga Tai yang keras, Presiden memutuskan untuk menggunakan cara kekerasan, kalau perlu brutal.

Seluruh kekuatan militer dikerahkan untuk misi ini dibawah pimpinan seorang Jendral bernama General W.C atau biasa dipanggil Jendral Cupez.

Segera, pasukan Jendral Cupez mengobrak-abrik seluruh sudut negeri. Mulai dari WC umum, kolong jembatan sampai kakus di rumah-rumah semuanya disapu bersih. Segala penjuru yang berpeluang untuk dijadikan tempat bera tak ada satu pun yang luput dari cengkeraman sang Jendral. Pertempuran hebat tak terhindarkan. Puluhan juta tentara tewas dalam perang terbesar abad ini. Kota-kota yang dulunya megah hancur menjadi puing-puing. Deru pesawat, letusan bom dan bunyi rentetan tembakan serta desingan peluru terdengar di mana-mana. Debu dan asap menyatu menggambarkan pertempuran yang tak terhingga. Ribuan Panta berhasil ditawan. Dari para tawanan tersebut diketahui bahwa ternyata selama ini mereka telah menyusup ke dalam peradaban manusia tanpa ada satu orang pun yang menyadarinya.

Semua Panta yang berhasil diringkus ditawan di kamp-kamp konsentrasi untuk dibina menjadi Panta yang berbudi pekerti. Di kamp ini Semua Panta diwajibkan mengikuti program “Cebo Kilat”.

Asisten Jendral Cupez yang bernama Kolonel Adolfianto Hitleruddin menulis kisah mengenai pembinaan Panta di kamp ini dalam bukunya yang berjudul “Kemah Saya”, telah diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul “Me In Camp Eve”. Dijual khusus di dunia kita.

Pertahanan terakhir pasukan Tai ada di kota Manado. Kota ini dilengkapi dengan sistem pertahanan terkuat yang pernah ada di dunia. Dalam radius dua Kilogram dari kota, genangan Tai Hidup siap menelan apapun yang masuk ke dalamnya, membuat serangan dari darat terasa tidak mungkin.

Pertahanan udaranya berupa bau Tai beracun dan Gas Konto yang akan menghancurkan apapun yang datang dari atas kota. Ribuan Panta Anti Serangan Udara disiagakan untuk menembak jatuh setiap pesawat yang lewat.

Di sinilah pertempuran terakhir yang menentukan nasib umat manusia terjadi. Bangsa Panta telah tersudut dan terkepung, tapi sama sekali tidak ada jaminan bahwa Pasukan Jendral Cupez mampu menaklukkan kota ini.

Empat tambah setengah tahun lamanya Jendral Cupez mengepung kota itu. Belum pernah ada satu kalipun serangannya yang berhasil menembus ke dalam.

Tidak ada harapan.

Jendral Cupez telah menyadarinya. Tinggal menunggu waktu sampai semua pasukan manusia habis dan Panta akan balas menyerang sampai menguasai dunia. Seluruh umat manusia bergandengan tangan bersama, duduk dan makan, kemudian tidur setelah sebelumnya bersenggama terlebih dahulu demi menciptakan keturunan yang akan melanjutkan perjuangan mereka.

Saat semua telah pasrah, harapan muncul.

Prof. Witho berhasil menciptakan senjata yang bisa membungkam bangsa Panta. Setelah disetujui oleh Presiden, saatnya untuk beraksi. Ribuan senjata ciptaan Prof. Witho siap untuk diluncurkan dari segala penjuru mengepung kota Manado. Prof. Witho dan Jendral Cupez berdiri di depan layar kontrol utama, siap meluncurkan senjata-senjata itu.

“Ini adalah harapan terakhir kita. Jika ini tidak berhasil, berarti sejarah kita akan terhapus selamanya”. Suara Jendral Cupez tidak lagi selantang dan sewibawa dulu. Kegagalan selama bertahun-tahun telah mengikis semangatnya.

Prof. Witho hanya tersenyum kecil, sambil menyeruput kopi di gelasnya.

“Jangan khawatir. Aku sudah mempelajari sifat alami dari Panta. Lubang tempat mereka mengeluarkan Tai itu ternyata punya kegunaan lain dan itu justru menjadi kelemahan mereka.”

Kening Jendral Cupez berkeruput membentuk tanda tanya.

“Apa maksudmu Wit?”.

“Aku telah menemukan bahwa ternyata kelemahan bangsa Panta ada di Lubang Tai itu. Kita bisa menghancukan mereka dengan memasukkan Tolor ke dalam lubang itu”.

“Benarkah?”.

“Benar. Karena itulah aku menciptakan senjata yang bentuknya seperti Tolor. Begitu senjata ini masuk ke Lubang Panta, habislah mereka.”

Jendral Cupez tampak mangangguk-angguk mendengar penjelasan Prof. Witho.

“Tapi bagaimana jika kita gagal memasukkan senjata itu ke Lubang Panta?”.

Lagi-lagi Prof. Witho hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari Jendral Cupez.

“Jangan khawatir. Bangsa Panta memiliki hasrat alami untuk memasukkan Tolor ke Lubangnya. Jadi kita tidak perlu merisaukan hal itu.”

“Baiklah. Aku percaya pada penilaianmu.”

“Ada lagi”. Lanjut Prof. Witho. “Kau tahu mengapa senjata-senjata itu aku beri nama Vibrator?”

“Tidak”

“Karena mereka punya kemampuan untuk bergetar. Bangsa Panta tidak akan tahan melihat Tolor yang bisa bergetar dan akan berebutan untuk segera memasukkannya ke Lubang Tai mereka.”

Senyuman menghiasi wajah kedua tokoh tersebut. Segalanya akan segera berakhir ketika jari telunjuk Prof. Witho menekan tombol berwarna biru di depannya.....

TIGA

Waktu telah berlalu. Perang telah berakhir. Tidak ada lagi yang pernah melihat Prof. Witho sejak saat itu. Ada yang bilang ia tewas dalam pertempuran terakhir. Ada juga yang bilang bahwa ia telah tinggal dengan damai di tempat khusus yang disediakan pemerintah. Ada juga yang bilang bahwa ia menyepi untuk melakukan penelitiannya. Tidak ada yang tahu di mana dia sebenarnya. Tapi yang pasti, bagi rakyat dan negeri Likupang, ia adalah pahlawan.

Kalau menurut saya, dimanapun beliau berada, yang pasti beliau berada di tempat yang ada gadis-gadis cantiknya karena beliau tidak tahan jika dalam satu hari tidak melihat gadis cantik. Setidaknya begitulah Prof. Witho yang kukenal. Bila ia menyepi, berarti ia memboyong satu atau beberapa orang gadis cantik dan menyepi bersama mereka. Mungkin juga pemerintah menyediakan gadis-gadis cantik untuk menemaninya di tempat yang mereka disediakan. Tapi setahu saya, Prof. Witho bukanlah orang yang suka berdekatan dengan pemerintah.

Aku menggunakan mesin Telaahport untuk masuk ke negeri Likupang menemui Kuntua. Saat ini aku sedang menulis cerita mengenai pertempuran manusia melawan Tai di negeri itu. Kuntua telah berjanji untuk mempertemukanku dengan orang-orang yang menjadi saksi mata saat pertama kali menemukan Tai di Lapangan sepak bola Likupang.

Kehidupan di Likupang tampak ramai. Penduduk desa sibuk dengan kegiatan dan pekerjaan masing-masing. Kehadiranku menarik perhatian beberapa orang. Wajar saja pikirku, makhluk non-manusia terakhir yang mereka lihat adalah para Panta. Mungkin saja mereka masih trauma dengan kehadiran makhluk yang tidak sejenis dengan mereka.

Ada yang menarik perhatianku.

Ya, Panta telah mengisi kehidupan manusia negeri ini, sebagai budak yang melayani dengan setia. Anak-anak manusia tampak bahagia mempermainkan anak-anak Panta. Beberapa orang terlihat sedang berjalan-jalan dengan Panta di belakangnya. Ada yang sedang berdiskusi satu arah dengan Panta sebagai pendengar setia di warung kopi.

Semua orang bahagia dengan Panta. Demikian pula dengan Guru. Ia senang karena Panta telah menjadi pintar sehingga bisa menggantikannya mengajar bila ia tak bisa masuk sekolah karena lelah setelah menarik ojek di malam hari dan juga menggantikannya sebagai wasit pada pertandingan sepakbola antar RT sehingga ia tak perlu lagi mengalami pengejaran bersenjata. Siswa-siswa tak lagi takut ujian. Mereka bisa bertanya pada Panta, sehingga tiada lagi kata mencontek dalam otak mereka.

Ketika aku tiba di rumahnya, Kuntua sedang duduk dengan santai di teras rumah sambil menikmati kopi bersama Panta. Tidak ada lagi masalah rumit yang harus ia pikirkan. Kematian pemain dalam pertandingan sepakbola antar RT kembali normal yakni dengan leher putus dibacok dan sama sekali tidak ada lagi pemain yang mati karena terpeleset Tai. Bahkan telah dibentuk tim sepakbola Panta yang difungsikan sebagai tim yang harus selalu kalah. Umat manusia telah menemukan kedamaian dan ketentraman bersama Panta.

Akhirnya, anak-anak manusia mulai tergoda dengan keelokan dan kecantikan anak-anak Panta sehingga terjadilah persetubuhan antara manusia dengan Panta.

Panta tak lagi bera.

*

Ketika semua manusia bersetubuh dengan Panta, ada hal yang mereka lupakan. Para Vagina mulai resah dan mempertanyakan fungsi keberadaan mereka. Sebuah gejolak baru mungkin akan muncul . . . . .

FAKTA-FAKTA SEJARAH

  • Perang Tai berlangsung selama enam tahun dari tahun 626 sampai tahun 632.
  • Empat tahun setelah perang berakhir, Kuntua memerintahkan untuk membangun patung Prof. Witho di depan Balai Desa sebagai penghargaan untuk jasa-jasanya.
  • Jendral Cupez pensiun pada umur 62 tahun dan meninggal di kolam ikannya pada usia 67 tahun. Beliau tidak pernah menikah ataupun berhubungan kelamin (dengan perempuan).
  • Guru diangkat menjadi Kepala Sekolah. Tujuh tahun kemudian ia menjadi Menteri Pendidikan dan Olahraga. Ia dibunuh tahun 646 saat memimpin pertandingan antara Papan Luncur melawan Papan Curi di Lapangan sepakbola Likupang.
  • Tahun 648, di Manado dibangun Museum Perang Tai. Di sini disimpan benda-benda yang berhubungan dengan Perang Tai, termasuk gelas kopi dan alat yang digunakan Prof. Witho untuk menonton film porno.
  • Hadi menjadi dukun terkenal di Likupang. Ia tewas dibakar pada peristiwa pembantaian dukun santet oleh massa tahun 668.
  • Bangsa Panta diperbudak selama hampir tiga ratus tahun. Lewat perlawanan yang terus-menerus, akhirnya pada tahun 918 mereka mendapatkan pengakuan. Tahun 934, Arment Lohang merupakan Panta pertama yang menjadi Kuntua Likupang lewat pemilihan langsung.
  • Tahun 941, atas perintah Arment Lohang, Lapangan sepakbola Likupang dibongkar dan dibangun kembali dengan kapasitas 54000 orang dan 42000 Panta. Pembangunan ini selesai pada tahun 943. Lapangan baru ini pertama kali digunakan untuk Final Piala Cempyen yang mempertemukan Poloi United dengan Papan Kayu. Kerusuhan terjadi dan menelan korban 27 orang dan 19 Panta meninggal dunia serta ratusan luka-luka.
  • Tahun 952, lewat Konvensi Perdagangan Internasional, Vibrator diproduksi secara masal dan dijual secara bebas. Hak patennya dipegang oleh pemerintah.
  • Tahun 992, Murhan Tombong menjadi Panta kedua yang menjadi Kuntua Likupang. Kepemimpinannya yang otoriter menyebabkan banyak perlawanan dan kerusuhan yang terjadi.
  • Masih pada tahun yang sama saat ia terpilih, Murhan mengeluarkan UU Perlindungan Panta.
  • Tahun 997, Murhan memerintahkan untuk membongkar patung Prof. Witho di depan Balai Desa. Tindakannya mendapat perlawanan dari kelompok manusia. Terjadi kerusuhan di Balai Desa yang menewaskan 63 orang.
  • Tahun 999, Murhan mengeluarkan UU Tre-fiking yang mengundang kontroversi serta demo besar-besaran.
  • Tahun 1005, Murhan melakukan Kudeta. Membunuh Presiden beserta keluarganya, dan mengangkat dirinya menjadi Kuntua Dunia. Ia mengubah sistem pemerintahan dari Republik menjadi Kekuntuaan.
  • Akhir tahun 1006, terjadi usaha pembunuhan terhadap Murhan oleh kelompok Vagina Lestari. Pembunuhan ini berhasil digagalkan oleh pasukan pengawal Kuntua. Setelah percobaan pembunuhan ini, Murhan memerintahkan untuk membunuh semua Vagina di negeri itu. Ini menyebabkan munculnya kelompok-kelompok perlawanan, gerilyawan, dan kaum separatis baik dari kelompok manusia maupun dari kelompok Vagina yang menentang kepemimpinan Murhan dan membenci bangsa Panta sampai sekarang.
  • Saat ini, alat yang digunakan oleh prof. Witho untuk menonton video porno telah dimiliki oleh hampir semua orang. Berbagai kemampuan telah ditambahkan, bisa untuk menelepon, kirim pesan, MMS, GPRS dan juga untuk mendengarkan musik, bahkan berinternet.

Label: