Puisi Ie Hadi G
DOA SEORANG ANAK DI DEPAN SEBUAH GEREJA
Bapak Yesus yang mulia
Aku sering dimarahi
Karena mengaku bahwa kau sahabatku
Aku berharap aku tidak salah
Dan izinkan aku terus melakukannya
Bapak Yesus yang terhormat
Bila klak aku bertemu muka dengan muka
Luangkan sedikit waktu untukku
Paling tidak, waktu buat peluk kakimu
Dan kaupun merangkulku
Sehingga yang sering memarahiku itu jadi tau
Ternyata benar
Kita ini sahabat
KEMELUT SIMPANG
Dari persimpangan itu
aku memilih melangkah pada kematian
bukan menyerah lalu lunglai berserah
tapi sebuah usaha tuk perkosai nasib
biar dia jera
karena di jalan yang mati pun
masih saja ia terus kutombaki
ORASI BUAT TARRANGNGAS
Tarrangngas agung. Jiwa busuk mengerat. Gemetar bersuara. Senyum menjilat. Munafik. Terlalu banyak keagungan-keagungan palsu yang didirikan tegak dan tinggi. Menderekmu seakan-akan tuhan dan kami laknat. Itu akan roboh, Tarrangngas. Roboh. Karena kemuliaan yang sering menciutkan jiwa kami itu ternyata hanyalah kebusukan air-air got yang mengalir dari kerakusanmu. Cukup sudah. Kemerdekaan ini hakiki. Cukup sudah. Jangan menindas sesama. Cukup sudah. Tarrangngas. Hentikan omong kosong itu !
SAHABAT DAN TERATAI
Tidak ada yang mau menggambar teratai di hatiku
Sekalipun telah hadir sketsa sungai di sana
Memanjang dalam benaman kabut
Yang airnya jadi tirai bagi kedalaman jantungnya
Arus
Dalam
Diam
Menelan
Yang mau menggambar teratai di hatiku ternyata tak ada
Di hadapan riak air telaga
Kupeluk bahu sahabat
Kubri kuas dan seraup tinta
Namun dia lebih memilih pergi
Membakar keringat
Menguapkan semangat
Dan tak mau menggambar di hatiku
Arus
Dalam
Diam
Menerkam
Lalu hilang
Akhirnya tinggal kupotret dalam kenangan
Rautan dari banyak nyanyian, sorak dan peluh
Bukti senyum dan getir bersama
Yang lalu lunglai dalam telaga bening
Tanpa tergambari teratai lagi
ISA
Hidup hanya semata tuk peluk duka
Mencucup segenap anggur basi
Mereguk habis semua campurannya
Itu rasa tak ada yang manis
Anak Domba
Terpasung dalam maut
Syarat langkah diri dari Elohim
Cawan tanpa isi airmata
Tanpa darah
Tidaklah cukup membasuh sekalian noda
LAYAKNYA KITA
Samper selesai dinyanyi
Banuaku masih dirintih
Dayung usai dikayuh
Prahu masih di pesisir duka
Maka mantra harus segera dirapal
Barisan kita perlu berarak
Lantakkan tanah kalau perlu
Biar penindas ciut
Lumatkan ke kubur kalau perlu
Biar gengghona dengar
Kita bangsa marah karena dera
Berkawan Dengan Judas
Penyair, saudaraku
Luap bening kata jiwamu
Selalu bersambut ciuman
Dari sederet judas
Pembenci ketulusan
Lihatlah,
Mereka tengah menggegam belati
Yang siap tusukkan khianat
Kala kita lengah
Abstrak di Sebuah Senja
Aku berdiri pada poros yang salah
Yang putarannya bukan ke arah maju
Namun ke kubangan lumpur
Mengisap
Menelan
Habisi raga
Terlanjur rapuh sudah aku ini
Karna setapakpun belum ada jejaknya
Apalagi bermimpi seribuan panjang harapan
Yang klak takkan juga datang
Maaf, bila kini
Kukembalikan tautan kata yang pernah teranyam
Agar aku takkan lagi membukanya sbagai kenangan
Hari kini tlah berangsur senja
Menunggu jawaban hanya abstrak bagiku
Bapak Yesus yang mulia
Aku sering dimarahi
Karena mengaku bahwa kau sahabatku
Aku berharap aku tidak salah
Dan izinkan aku terus melakukannya
Bapak Yesus yang terhormat
Bila klak aku bertemu muka dengan muka
Luangkan sedikit waktu untukku
Paling tidak, waktu buat peluk kakimu
Dan kaupun merangkulku
Sehingga yang sering memarahiku itu jadi tau
Ternyata benar
Kita ini sahabat
KEMELUT SIMPANG
Dari persimpangan itu
aku memilih melangkah pada kematian
bukan menyerah lalu lunglai berserah
tapi sebuah usaha tuk perkosai nasib
biar dia jera
karena di jalan yang mati pun
masih saja ia terus kutombaki
ORASI BUAT TARRANGNGAS
Tarrangngas agung. Jiwa busuk mengerat. Gemetar bersuara. Senyum menjilat. Munafik. Terlalu banyak keagungan-keagungan palsu yang didirikan tegak dan tinggi. Menderekmu seakan-akan tuhan dan kami laknat. Itu akan roboh, Tarrangngas. Roboh. Karena kemuliaan yang sering menciutkan jiwa kami itu ternyata hanyalah kebusukan air-air got yang mengalir dari kerakusanmu. Cukup sudah. Kemerdekaan ini hakiki. Cukup sudah. Jangan menindas sesama. Cukup sudah. Tarrangngas. Hentikan omong kosong itu !
SAHABAT DAN TERATAI
Tidak ada yang mau menggambar teratai di hatiku
Sekalipun telah hadir sketsa sungai di sana
Memanjang dalam benaman kabut
Yang airnya jadi tirai bagi kedalaman jantungnya
Arus
Dalam
Diam
Menelan
Yang mau menggambar teratai di hatiku ternyata tak ada
Di hadapan riak air telaga
Kupeluk bahu sahabat
Kubri kuas dan seraup tinta
Namun dia lebih memilih pergi
Membakar keringat
Menguapkan semangat
Dan tak mau menggambar di hatiku
Arus
Dalam
Diam
Menerkam
Lalu hilang
Akhirnya tinggal kupotret dalam kenangan
Rautan dari banyak nyanyian, sorak dan peluh
Bukti senyum dan getir bersama
Yang lalu lunglai dalam telaga bening
Tanpa tergambari teratai lagi
ISA
Hidup hanya semata tuk peluk duka
Mencucup segenap anggur basi
Mereguk habis semua campurannya
Itu rasa tak ada yang manis
Anak Domba
Terpasung dalam maut
Syarat langkah diri dari Elohim
Cawan tanpa isi airmata
Tanpa darah
Tidaklah cukup membasuh sekalian noda
LAYAKNYA KITA
Samper selesai dinyanyi
Banuaku masih dirintih
Dayung usai dikayuh
Prahu masih di pesisir duka
Maka mantra harus segera dirapal
Barisan kita perlu berarak
Lantakkan tanah kalau perlu
Biar penindas ciut
Lumatkan ke kubur kalau perlu
Biar gengghona dengar
Kita bangsa marah karena dera
Berkawan Dengan Judas
Penyair, saudaraku
Luap bening kata jiwamu
Selalu bersambut ciuman
Dari sederet judas
Pembenci ketulusan
Lihatlah,
Mereka tengah menggegam belati
Yang siap tusukkan khianat
Kala kita lengah
Abstrak di Sebuah Senja
Aku berdiri pada poros yang salah
Yang putarannya bukan ke arah maju
Namun ke kubangan lumpur
Mengisap
Menelan
Habisi raga
Terlanjur rapuh sudah aku ini
Karna setapakpun belum ada jejaknya
Apalagi bermimpi seribuan panjang harapan
Yang klak takkan juga datang
Maaf, bila kini
Kukembalikan tautan kata yang pernah teranyam
Agar aku takkan lagi membukanya sbagai kenangan
Hari kini tlah berangsur senja
Menunggu jawaban hanya abstrak bagiku
Label: Puisi
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda